Kamis, 22 November 2012

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL




PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI SEKOLAH
(Siska Mega Diana, S.Pd.)


I.                   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam suatu pembelajaran, pendekatan memang bukan segala-galanya. Masih banyak faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Faktor-faktor tersebut antara lain kurikulum yang menjadi acuan dasarnya, program pengajaran, kualitas guru, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan teknik/bentuk penilaian. Ini berarti pendekatan hanyalah salah satu factor saja dari sekian banyak faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam keseluruhan pengelolaan pembelajaran. Walaupun demikian, penetapan pendekatan tertentu, dalam hal ini pendekatan kontekstual dalam suatu pembelajaran dirasa penting karena dua hal. Pertama, penentuan isi program, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan teknik/bentuk penilaian harus dijiwai oleh pendekatan yang dipilih. Kedua, salah satu acuan untuk menentukan keseluruhan tahapan pengelolaan pembelajaran adalah pendekatan yang dipilih.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
1.      Pengertian pembelajaran kontekstual.
2.      Landasan filosofi pembelajaran kontekstual.
3.      Karakteristik pembelajaran kontekstual.
4.      Komponen-komponen dalam pembelajaran kontekstual.
5.      Strategi pembelajaran kontekstual.
6.      Perbedaan pembelajaran tradisonal dengan kontekstual.


1.3  Tujuan
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang dikemukakan di atas, makalah ini diharapkan  dapat menjelaskan bagaimana penerapan pembelajaran kontekstual di sekolah.
II.                PEMBAHASAN

Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan mereka, baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian rentetan topik atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang dianjurkan untuk digunakan para guru dalam praktik pembelajarannya di dalam kelas sejak diberlakukannya KBK dan terus disarankan untuk digunakan ketika KBK digantikan KTSP. Mengapa? KBK dan KTSP memberi tekanan khusus pada penguasaan siswa terhadap berbagai kompetensi yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan nyata. KBK dan KTSP sama-sama menekankan pada penguasan siswa terhadap berbagai keterampilan hidup. Pendekatan kontekstual sangat relevan dengan karakteristik pembelajaran di sekolah.

2.1 Pengertian CTL
Pendekatan kontekstual atau Contectual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas, 2002:5). Sementara itu menurut Sudrajat mendefinisikan Contectual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotifasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural). Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

2.2 Landasan Filosofi Pembelajaran Kontekstual
Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Untuk  memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran kontekstual, COR (Center for Accupational Research) di Amerika menjabarkannya menjadi lima konsep bawahan yang disingkat REACT, yaitu:
·         Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengamatan nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan.
·         Experiencing adalah belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry.
·         Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar kedalam penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam praktiknya, siswa menerapkan konsep dan informasi ke dalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan.
·         Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan yang nyata siswa akan menjadi warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain.
·         Transferring adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.
2.3 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Atas dasar pengertian tersebut, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1.         Pembelajaran dilakukan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah.
2.         Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
3.         Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
4.         Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antarteman.
5.         Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sma, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam.
6.         Pembelajaran dilaksanakan secara katif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
7.         Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana Nurhadi (2002) mendeskripsikan karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara menderetkan sepuluh kata kunci, yaitu
-          Kerjasama
-          Saling menunjang
-          Menyenagkan, tidak membosankan
-          Belajar dengan gairah
-          Pembelajaran terintegrasi
-          Menggunakan berbagai sumber
-          Siswa aktif
-          Sharing dengan teman
-          Siswa kritis, dan
-          Guru kreatif
2.4 Komponen-Komponen dalam Kembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu:
1.   Contructivism (konstruktivisme)
2.   Questioning (bertanya)
3.   Inquiry (menemukan)
4.   Learning community (masyarakat belajar)
5.   Modeling (pemodelan)
6.   Reflection (refleksi)
7.   Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya)
Apabila ketujuh komponen ini diterapkan dalam pembelajaran, terlihat pada realitas berikut.
1.      Kegiatan yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabilla siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2.      Kegiatan belajar yang mendorong sikap keinginyahuan siswa lewat bertanya tentang topic atau permasalahan yang akan dipelajari.
3.      Kegiatan belajar yang bisa mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topic atau permasalahan yang dihadapi sehingga ia berhasil “menemukan” sesuatu.
4.      Kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman lain.
5.      Kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoprasikan sesuatu, dan sebagainya.
6.      Kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik dalam bentuk yanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa.Kegiatan belajar yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siwa melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.
Setiap komponen utama CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip dasar yang dimaksud terlihat pada penjelasan berikut.
1.      Konstruktivisme.
Komponen ini merupakan landasan filosofis (berpikir) pendekatan CTL. Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan ternbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
2.      Bertanya.
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, menhgarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjuukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari betanya.
3.      Menemukan.
Komponen menemukan merupakan kegiatan ini CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
4.      Masyarakat Belajar.
Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja ama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antarteman. Antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervaraisi, sangat mendukung komponen ini.
5.      Pemodelan.
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu penampilan. Car pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
6.      Reflesksi.
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahaun baru.
7.      Penilaian autentik.
Komponen yang merupakan cirri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.



2.5 Strategi Pembelajaran Kontekstual
Berdasarkan pemahaman, karakteristik, dan komponen pendekatan kontekstual, bebrapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran kontekstual antar alain sebagai berikut.
a.       Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar mengajar di slam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.
b.      Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar
Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa antara lain di sekolah, keluarga, dan masyarkat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas.
c.       Memberikan aktivitas kelompok
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonall untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.
d.      Membuat aktivitas belajar mandiri
Peserta didik mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya, siswa harus lebih memoerhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang tellah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyususn refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri.

e.          Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung, di mana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja.
f.          Menerapkan penilaian autentik
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok, demonstransi, dan laporan tertulis.
2.6  Perbedaan Pembelajaran Tradisonal dengan Kontekstual

No
Pendekatan CTL

Pendekatan Tradisional
1.
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa dapat berupa berbagai pelatihan keterampilan berbahasa.

Siswa adalah penerima informasi secara pasif. Dalam pembelajaran bahasa sering terfokus pada penyampaian teori kebahasaan atau teori keteramilan berbahasa.
2.
Siswa belajar melalui teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling koreksi.

Siswa belajar secara klasikal, tetapi masing-masing (tidak ada kontak pikiran dan kontak gagasan antarmereka).

3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimula-sikan.

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

4.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri.

Perilaku dibangun atas kebiasaan/tradisi.

5.
Ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.

Ketrampilan dibangun atas dasar latihan.

6.
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.

7.
Seseorang tidak melakukan sesuatu yang buruk karena dia sadar hal itu keliru dan
merugikan.
Seseorang tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut hukuman.

8.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.

Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: rumus diterangkan, diterima, dihafalkan, dilatihkan.

9.
Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata (menurut bagan) yang sudah ada di dalam diri siswa.

Rumus itu ada di luar diri siswa, yang harus diterangkan diterima, dihafalkan, dan dilatihkan.

10.
Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan siswa lainnya sesuai dengan skemata siswa (on going process of development).

Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang) Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman rumus yang
benar.
11.
Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam meng-upayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.

Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan
kontribusi ide dalam proses
pembelajaran.
12.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya.

Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep atau hukum yang berada di luar diri manusia atau yang diberikan oleh gurunya.

13.
Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia itu sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka
pengetahuan tidak pernah stabil, selalu berkembang.
Pengetahuan bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.

14.
Siswa diminta bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pem-belajaran mereka masing-masing.

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

15.
Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan.

Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.

16.
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll


Hasil belajar diukur hanya dengan tes.
17.
Pembelajaran terjadi di berbagai
tempat, konteks dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi di
dalam kelas.
18.
Penyesalan adalah hukuman dari prilaku jelek.

Sanksi adalah hukuman dari prilaku jelek.

19.
Prilaku baik berdasar motivasi intrinsik.

Prilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik.

20.
Seseorang berprilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.

Seseorang berprilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.























III. PENUTUP


3.1 Simpulan

Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang dianjurkan untuk digunakan para guru dalam praktik pembelajarannya di dalam kelas sejak diberlakukannya KBK dan terus disarankan untuk digunakan ketika KBK digantikan KTSP karena pendekatan kontekstual sangat relevan dengan karakteristik pembelajaran di sekolah. Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu: Contructivism (konstruktivisme), Questioning (bertanya), Inquiry (menemukan), Learning community (masyarakat belajar), Modeling (pemodelan), Reflection (refleksi), dan Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya). Setiap komponen utama CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai dengan sebaik-baiknya.
















DAFTAR  PUSTAKA



Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.


Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.


Muslich, Masnur. 2011. KTSP- Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.


Suyitno, 1985. Teknik Pengajaran Apresiasi Sastra dan Kemampuan Bahasa. Yogyakarta: PT Hanindita.


4 komentar:

  1. Agen SBOBET Resmi yang telah menjadi
    BANDAR JUDI BOLA Terpercaya Di Seluruh Indonesia.
    Bernama Bola206 Di Situs www.Bola206.com
    Menyediakan Banyak Jenis Game :
    Parlay 2 Tim
    Parlay Bola Jalan
    Parlay Minimal Bet 1000
    Bonus Mix Parlay

    Agen SBOBET yang telah menjadi
    Situs Bola SBOBET Terpercaya Di Seluruh Indonesia.
    Di Situs www.BolaSBOBET.site

    BalasHapus
  2. Negara: Indonesia
    WhatsApp: +62 838-3669-4853
    Alamat: Surabaya
    email saya: nurbrayani750@gmail.com
    nama saya Nurbrayani, saya ingin bersaksi tentang pekerjaan ALLAH yang baik dalam hidup saya, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka mencari pinjaman di antara Anda? Jadi Anda harus sangat berhati-hati karena banyak pemberi pinjaman palsu ada di internet, tetapi mereka sangat asli dalam pemberi pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban dari pemberi pinjaman 2 kredit yang curang, saya kehilangan banyak uang karena saya sedang mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan teman saya menjelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya kepada pemberi pinjaman pinjaman yang andal. Ny. Alicia Radu Saya mendapatkan pinjaman saya sebesar Rp350.000.000 dari Ny. Alicia Radu dengan sangat mudah dalam 24 jam yang saya lamar, jadi saya memutuskan untuk membagikan pekerjaan yang baik dari ALLAH melalui Bunda Alicia Radu dalam kehidupan keluarga saya.

    Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman, hubungi ibu Alicia Radu melalui email: (aliciaradu260@gmail.com)

    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (nurbrayani750@gmail.com)
    Nomor WhatsApp saya: +62 838-3669-4853
    jika Anda memerlukan informasi tentang bagaimana saya mendapat pinjaman dari Ibu Alicia Radu

    BalasHapus