BENTUK TINDAK TUTUR
MEMINTA DENGAN PENDAYAGUNAAN KONTEKS
PADA BAHASA ANAK
USIA 6 TAHUN
(Siska Mega Diana, S.Pd.)
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Kajian
Bahasa mempunyai
peranan yang sangat penting guna menuangkan ide pokok pikiran, baik dalam
bentuk lisan maupun tulisan. Ketika seseorang mengemukakan gagasan, yang perlu
diperhatikan bukan hanya kebahasaan melainkan juga harus ada pemahaman. Dengan
adanya pemahaman, maksud dan tujuan pun akan tersampaikan secara jelas (Chaer,
2010: 3). Bahasa yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan.
Bahasa tulisan dapat diartikan hubungan tidak langsung, sedangkan bahasa lisan
dapat diartikan hubungan langsung. Hubungan langsung akan terjadi dalam sebuah
percakapan antarindividu dan antarkelompok. Percakapan yang terjadi
mengakibatkan adanya peristiwa tutur dan tindak tutur.
Pertuturan dapat diartikan sebagai perbuatan
berbahasa yang dimungkinkan dan diwujudkan sesuai dengan kaidah-kaidah
pemakaian unsur-unsur dapat pula dikatakan bahwa perbuatan yang menghasilkan
bunyi bahasa secara beraturan sehingga menghasilkan ujaran yang bermakna. Peristiwa tutur merupakan gejala sosial,
sedangkan tindak tutur merupakan gejala individual, dan keberlangsungannya
ditentukan oleh kemampuan berbahasa si penutur dalam menghadapi situasi
tertentu. Peristiwa tutur banyak dilihat pada makna atau arti tindakan dalam
tuturannya. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terjadi
pada satu proses yaitu proses komunikasi (Chaer dan Leony, 2010: 61).
Maksud
dan tujuan berkomunikasi di dalam peristiwa tutur diwujudkan dalam sebuah
kalimat. Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh seorang penutur dapat diketahui
pembicaraan yang diinginkan penutur sehingga dapat dipahami oleh penutur atau
mitratutur. Akhirnya mitratutur akan menanggapi kalimat yang dibicarakan oleh
penutur. Misalnya, kalimat yang mempunyai tujuan untuk memberitahukan saja,
kalimat yang memerlukan jawaban, dan kalimat yang meminta lawan tutur untuk
melakukan suatu tindakan atau suatu perbuatan.
Dalam
usaha untuk menguasai bahasa, seorang anak menampakkan kekhasan tersendiri yang
berbeda dengan bahasa orang dewasa. Dalam kaitannya dengan ini Dulay dkk.
(1982: 11) dalam Rusminto menyatakan bahwa dalam berbahasa, anak menciptakan
struktur, pola, atau kaidah bahasa yang khas milik anak. Lebih dari itu
anak-anak sering menggunakan strategi yang khas dalam menerima pajanan bahasa,
menginternalisasikannya, dan kemudian menggunakannya dalam berkomunikasi. Jika
dibandingkan dengan bahasa orang dewasa, bahasa anak memiliki perbedaan
karakteristik dalam komponen semantik, sintaksis, dan konseptual.
Anak-anak
tidak hanya belajar tentang kompetensi bahasa tetapi juga kompetensi tindak
tutur, yaitu kemampuan menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam berbagai
situasi penggunaan dalam masyarakat. Kenyataan itu tampak dalam seluruh
aktivitas berbahasa anak-anak, ketika mereka berkomunikasi dengan mitra
tuturnya. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis merasa tertarik meneliti
tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks pada anak-anak karena di
lingkungan tempat tinggal penulis ramai dengan adanya anak-anak yang selalu
asik bermain dan bercakap-cakap dengan teman sebayanya maupun berinteraksi
dengan orang dewasa.. Dalam hal ini, penulis berhasil menyimak dan mencatat
percakapan Danang Setioko (6 tahun) ketika mengajukan permintaan kepada orang
tua, teman, maupun orang-orang di sekitarnya. Danang Setioko adalah keponanakan
terdekat penulis yang bahasa percakapannya mudah untuk diteliti.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat dikatakan bahwa aktivitas berkomunikasi pada anak-anak
merupakan topik yang menarik untuk dikaji lebih mendalam. Hal ini didasari oleh
kenyataan bahwa fenomena-fenomena kebahasaan seperti terungkap di atas
merupakan fenomena-fenomena yang khas dimiliki oleh anak-anak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ”Bagaimanakah bentuk tindak tutur meminta dengan
pendayagunaan konteks pada bahasa anak usia 6 tahun?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur meminta
dengan pendayagunaan konteks pada bahasa anak usia 6 tahun.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis.
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan acuan yang sangat bermanfaat untuk
berbagai kepentingan khususnya di bidang pragmatik. Baik bagi para peneliti
bahasa maupun para pembaca. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah dan
memperluas pengetahuan tentang pragmatik terutama kajian tindak tutur.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian
ini adalah memberikan masukan bagi pengajaran bahasa Indonesia dan pembinaan
bahasa Indonesia pada umumnya.
a.
Bagi guru bahasa Indonesia untuk memperbaiki dan
menyempurnakan proses belajar mengajar yang dilaksanakannya.
b.
Bagi orang tua dan orang-orang di sekitar anak,
memberikan masukan tentang adanya tindak tutur khas anak-anak yang dapat
dijadikan pegangan dalam menyikapi dan menanggapi komunikasi yang dilakukan
anak-anak.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks
pada bahasa anak usia 6 tahun meliputi:
a.
konteks tempat
b.
konteks waktu
c.
konteks peristiwa
d.
konteks suasana
e.
konteks orang sekitar
II.
LANDASAN
TEORI
2.1 Bahasa Anak-Anak dalam Kajian
Wacana-Pragmatik
2.1.1
Bahasa
Anak-Anak sebagai Bagian Kajian Mikropragmatik
Pragmatik
sebagai sebuah studi tentang penggunaan bahasa dan arti ungkapan berdasarkan
situasi yang melatarbelakanginya telah menjadi sebuah cabang linguistik yang
semakin penting dalam studi bahasa. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya
keterbatasan kajian linguistik formal murni yang tidak dapat menjangkau
pemecahan masalah makna yang muncul pada konteks pemakaian kalimat dalam
komunikasi. Dengan demikian, pragmatik berurusan denagn bahasa pada tingkatan
yang lebih konkret, yakni penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi yang
sebenarnya. Pragmatik berurusan dengan tindak tutur atau performansi verbal
yang terjadi dalam situasi tutur tertentu.
Mey
(1996: 5) dalam Rusminto mengatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang
mempelajari bahasa seperti tampak dalam hubungannya dengan pemakai bahasa. Pragmatik
bukanlah ilmu yang mempelajari bahasa dalam kebenarannya sendiri dan bukan pula
mempelajari bahasa seperti yang dipelajari oleh para linguis. Pragmatik adalah
ilmu yang mempelajari bahasa seperti halnya yang digunakan dalam kehidupan
manusia secara nyata, bahasa yang digunakan bagi tujuan-tujuan tertentu, dengan
keterbatasan-keterbatasan, dan segala faktor pendukungnya.
Levinson (1995: 7-8) dalam Rusminto
menyatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks
yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dengan demikian, untuk memahami
pemakaian bahasa, kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian
bahasa tersebut. Masih dalam Rusminto (Moore, 2001:2) mengemukakan bahwa pragmatik
adalah sebuah cara yang sistematis untuk menjelaskan penggunaan bahasa yang
terjadi di dalam konteks tertentu. Pragmatik mencoba menjelaskan aspek-aspek
makna dalam kaitannya dengan konteks yang tidak dapat ditemukan dalam
pengertian kata atau struktur seperti yang dijelaskan oleh kajian semantik.
Menurut
Leech (1983: 13-150 dalam Rusminto, aspek situasi tutur dalam fenomena
pragmatic mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) yang menyapa (pennutur0 dan
yang disapa (mitra tutur), yakni pihak-pihak yang terlibat dalam situasi tutur
tertentu; (2) konteks tuturan, yaitu suatu pengetahuan tentang latar belakang
yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra
tutur menafsirkan makna tuturan; (3) tujuan tuturan. Yakni sesuatu yang
diinginkan penutur melalui tuturannya; (4) tuturan itu sendiri, baik tuturan
sebagai bentuk tindak ujar maupun (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.
Berdasarkan
pandangan tersebut, dapat dikemukakan bahwa secara umum pragmatik berhubungan
dengan pemakaian bahasa, baik tulis maupun lisan, dalam situasi penggunaan
bahasa yang sesungguhnya. Hal ini berarti bahwa kajian terhadap penggunaan
bahasa dalam pragmatik memperhatikan konteks yang seutuh-utuhnya dan
selengkap-lengkapnya. Dengan cara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam kajian pragmatik,
bentuk bahasa yang muncul dalam peristiwa komunikasi merupakan hasil perpaduan
antara maksud, pesan, atau makna komunikasi dengan situasi atau konteks yang
melatarinya.
2.2 Tindak Tutur
Konsep
mengenai tindak ujaran (Speech Acts) dikemukakan pertama oleh John L.
Austin dengan bukunya How to Do Things with Words (1962). Austin adalah
orang pertama yang mengungkapkan gagasan bahwa bahasa dapat digunakan untuk
melakukan tindakan melalui pembedaan antara ujaran konstatif dan ujaran
performatif. Ujaran konstantif mendeskripsikan atau melaporkan peristiwa atau
keadaan dunia. Dengan demikian, ujaran konstantif dapat dikatakan benar atau
salah. Sedangkan ujaran performatif, tidak mendeskripsikan benar salah dan
pengujaran kalimat merupakan bagian dari tindakan. (Austin, 1962: 5).
Austin
membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu:
a.
Lokusi, yaitu semata-mata tindak bicara, tindakan mengucapkan kalimat
sesuai dengan makna kata atau makna kalimat. Dalam hal ini kita tidak
mempermasalahkan maksud atau tujuan dari ujaran tersebut. Misal ada orang
berkata “saya haus” artinya orang tersebut mengatakan dia haus.
b.
Ilokusi, yaitu tindak melakukan sesuatu. Di sini kita berbicara mengenai
maksud, fungsi dan daya ujaran yang dimaksud. Jadi ketika ada kalimat ”saya
haus” dapat memiliki makna dia haus dan minta minum.
c.
Perlokusi, adalah efek yang dihasilkan ketika penutur mengucapkan
sesuatu. Misalnya ada kalimat ”saya haus” maka tindakan yang muncul
adalah mitra tutur bangkit dan mengambilkan minum.
Selanjutnya,
Searle (1969) dalam Rusminto mengemukakan bahwa tindak tutur adalah teori yang
mencoba mengaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan
tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Kajian tersebut didasarkan pada
pandangan bahwa (1) tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan (2) tuturan
baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak komunikasi yang nyata,
misalnya membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan.
J.R.
Searle kemudian menerbitkan buku Speech Acts yang mengembangkan hipotesa bahwa setiap tuturan
mengandung arti tindakan. Tindakan ilokusioner merupakan bagian sentral dalam
kajian tindak tutur. Ada lima jenis ujaran seperti yang diungkapkan oleh Searle
(1969) antara lain:
a.
representatif (asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya
kebenaran atas apa yang dikatakan (misal: menyatakan, melaporkan, mengabarkan,
menunjukan, menyebutkan).
b.
direktif, tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar
mitra tutur melakukan apa yang ada dalam ujaran tersebut (misalnya: menyuruh,
memohon, meminta, menuntut, memohon).
c.
ekspresif, tindak ujaran yang dilakukan dengan maksud ujarannya
diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan pada ujaran tersebut
(misalnya: memuji, mengkritik, berterima kasih).
d.
komisif, tindak ujaran yang mengikat penutur untuk melakukan seperyi apa
yang diujarkan (misalnya bersumpah, mengancam, berjanji).
e.
deklarasi, tindak ujaran yang dilakukan penutur dengan maksud untuk
menciptakan hal yang baru (misalnya memutuskan, melarang, membatalkan).
Dalam
klasifikasi Searle ini tampak bahwa meminta merupakan ilokusi yang termasuk
dalam tindak tutur direktif. Syarat utama yang menjadi ciri tindak tutur
direktif dalam kegiatan komunikasi adalah bahwa tuturan yang disampaikan oleh
penutur ditujukan kepada mitra tutur. Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut,
tampak bahwa kajian terhadap tindak meminta dalam kajian ini lebih tepat jika
dipandang sebagai bagian kajian tindak ilokusi, yakni tindak tutur yang
mengandung daya untuk melakukan tindakan tertentu dalam hubungannya dengan
menyatakan. Secara lebih khusus, tindak meminta merupakan bagian dari tindak
direktif, yakni ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan
yang dilakukan oleh mitra tutur.
2.3 Pendayagunaan Konteks dalam Bahasa
Anak-Anak
Ketika
anak-anak bertindak tutur, selalu terdapat konteks yang melatari tuturan
tersebut. Konteks tersebut sangat menentukan dan berpengaruh terhadap peristiwa
tutur yang terjadi antara anak dan mitra tuturnya. Lebih dari itu, ada kalanya
konteks tersebut dimanfaatkan oleh anak-anak untuk mendukung atau menunjang
agar tujuan tuturannya tercapai. Ada kalanya tempat tertentu, waktu tertentu,
suasana tertentu, peristiwa tertentu, dan keberadaan orang tertentu
dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung dan menunjang keberhasilan tuturan yang
dilakukannya kepada mitra tutur. Pemanfaatan konteks untuk mendukung
keberhasilan tujuan tuturan inilah yang dimaksudkan dengan pendayagunaan
konteks.
1.
Konteks
Tempat
Tempat
yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, tidak hanya menjadi
bahan pertimbangan oleh anak, lebih dari itu, ada kalanya anak juga
mendayagunakannya untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Konteks tempat yang
didayagunakan oleh anak-anak meliputi tempat yang berada di sekitar anak ketika
bertutur dan tempat lain yang tidak berada di sekitar anak yang bersangkut paut
dengan tuturan yang diajukan tersebut.
2.
Konteks
Waktu
Konteks
waktu yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, ada kalanya
juga dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan tuturan yang
dilakukannya. Konteks waktu yang didayagunakan oleh anak-anak tidak hanya
dikaitkan dengan waktu sekarang, pada saat tuturan dilakukan, tetapi juga
berkaitan dengan waktu tertentu di masa lalu dan di masa yang akan dating yang
bersangkut paut dengan tuturan anak.
3.
Konteks
Peristiwa
Tindak
tutur yang dilakukan oleh anak-anak selalu terjadi dalam konteks peristiwa
tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak saja menjadi faktor yang cukup
menentukan dalam peristiwa tutur yang terjadi, tetapui juga sering dimanfaatkan
oleh anak-anak untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Anak-anak sering
menggunakan konteks peristiwa ini untuk memengaruhi pendapat atau pandangan
mitra tuturnya sehubungan dengan tindak tutur yang dilakukannya. Konteks
peristiwa yang didayagunakan oleh anak-anak untuk mendukung keberhasilan
tuturannya dapat berupa peristiwa tertentu yang merugikan anak dan selayaknya
mendapatkan kompensasi tertentu bagi anak.
4.
Konteks
Suasana
Suasana
yang melatari peristiwa tutur ketika anak-anak bertutur merupakan aspek cukup
menentukan bagi tuturan anak. Lebih dari itu, ada kalanya anak-anak
memanfaatkan suasana-suasana tertentu untuk mendukung keberhasilan tuturan yang
dilakukannya. Suasana yang dimaksud adalah suasana-suasana yang nyaman dan
menyenangkan yang terjadi dalam peristiwa tutur tertentu, terutama suasana hati
yang nyaman dan menyenangkan yang dialami oleh mitra tuturnya.
5.
Konteks
Orang Sekitar
Ketika
anak bertutur, ada kalanya terdapat orang lain yang berada di sekitar anak yang
terlibat dalam peristiwa tutur tersebut, selain anak dan mitra tuturnya. Orang
sekitar yang dimaksudkan dalam kajian ini tidak saja berkaitan dengan
orang-orang yang berada di sekitar anak secara langsung ketika anak menyampaikan
tuturannya, tetapi juga orang lain yang berada di tempat lain tetapi bersangkut
paut dengan tuturan yang disampaikan oleh anak. Orang sekitar ini tidak saja
berpengaruh terhadap peristiwa tutur yang terjadi, tetapi lebih dari itu
kebberadaanya jiga sering dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan
tuturan agar dikabulkan oleh mitra tuturnya. Pendayagunaan konteks orang sekitar ini dapat
dilakukan oleh anak-anak dengan menggunakan tiga macam cara. Pertama, dengan
menyebut orang sekitar sebagai pihak yang berkepentingan dengan tuturan yang
dilakukan oleh anak. Kedua, dengan menyebut orang sekitar sebagai pihak
pendukung permintaan yang diajukan oleh anak. Ketiga, pendayagunaan konteks
orang sekitar yang dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh kehadiran orang
sekitar di antara penutur dan mitra tutur.
III.
METODE
PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Salah
satu ciri penelitian kualitatif itu bersifat deskriptif. Artinya, dalam
penelitian ini data-data terurai dalam bentuk kata-kata, catatan-catatan atau
gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka (Semi, 1993: 24). Alasan penulis memilih metode
ini karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas
objek yang diteliti secara alamiah.
3.2
Data dan Sumber Data
Data
dalam penelitian ini berupa wacana percakapan lisan yang dilakukan oleh Danang
Setioko (6 tahun) yang di dalamnya terdapat tindak tutur meminta dengan
pendayagunaan konteks. Data tersebut diperoleh dari tuturan-tuturan yang
dihasilkan oleh Danang dalam percakapan sehari-hari dengan mitra tuturnya,
yakni oranng tua, anggota keluarga yang lain, teman-teman sepermainan, dan
orang lain yang sempat berkomunikasi dan menjadi sasaran komunikasinya.
Percakapan sehari-hari yang dimaksudkan adalah percakapan yang terjadi dalam
peristiwa komunikasi alamiah. Komunikasi alamiah tersebut terjadi pada saat
subjek menjalani kehidupan kesehariannya.
3.3 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
pengamatan/observasi dan teknik catatan lapangan. Teknik observasi dalam
penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu observasi partisipasi dan
observasi nonpartisaipasi. Observasi pastisipasi dipergunakan dalam rangka
menjaring data yang melibatkan penulis dalam percakapan yang terjadi antara
subjek dan mitra tuturnya. Observasi nonpartisipasi dipergunakan pada saat
subjek berkomunikasi dengan orang lain, selain penulis, dan kehadiran penulis dalam
peristiwa tutur tersebut murni sebagai pengobservasi yang tidak terlibat dalam
percakapan, baik secara aktif maupun tidak aktif.
Catatan
lapangan yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri atas catatan lapangan
secara deskriptif dan catatan lapangan tentang segala sesuatu yang terjadi
dalam data sebagaimana adanya yang dapat diamati.
3.4 Teknik Analisis Data
Pelaksanaan
analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu analisis selama pengumpulan data
dan analisis setelah pengumpulan data. Analisis selama pengumpulan data
dilakukan bersama-sama dengan pelaksanaan pengumpulan data. Data yang terkumpul
dianalisis sesegera mungkin agar diperoleh informasi yang benar-benar
mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Analisis sesudah pengumpulan data
dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul.
Tahap-tahap
analisis data:
1. melakukan
kegiatan pereduksian data,
2. melakukan
kegiatan penyajian data,
3. berdasarkan
hasil identifikasi dan klasifikasi data, melakukan penarikan simpulan
sementara,
4. melakukan
verifikasi dan triangulasi untuk memeriksa keabsahan data penelitian.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tindak Tutur Meminta dengan
Pendayagunaan Konteks dalam Bahasa Aank-Anak
4.1.1 Konteks Tempat
Tempat
yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, tidak hanya menjadi
bahan pertimbangan oleh anak, lebih dari itu, ada kalanya anak juga
mendayagunakannya untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Konteks tempat yang
didayagunakan oleh anak-anak meliputi tempat yang berada di sekitar anak ketika
bertutur dan tempat lain yang tidak berada di sekitar anak yang bersangkut paut
dengan tuturan yang diajukan tersebut.
(1)
D :
Mbak, aku pakai singlet aja ya, kamarnya panas. (sambil membuka baju)
S :
Eh, nanti dimarah Mamamu
D :
Sumuk aku mbak.
S :
Jangan, ayo pakai lagi bajunya!
D :
ah, mbak ini payah loh.
(2)
D :
Tak buka sekarang ya Mbak? (membuka
bungkusan sosis dari Alfamart)
S :
Apa bisa makannya?
D :
Katanya tadi kalau sudah di motor, sekarang sudah di motor loh Mbak.
S :
Ya sudah, dipegang pelan-pelan makannya.
Peristiwa
tutur pada data (1) terjadi pada saat anak bersama penulis dan sedang berada di
dalam kamar. Ketika berada di dalam kamar, anak hanya ingin memakai kaos
dalaman saja, tetapi penulis melarangnya agar anak tidak dimarahi oleh mamanya.
Pada dasarnya anak tidak tahan dengan keadaan cuaca yang panas, dengan demikian
anak memanfaatkan keberadaannya di kamar untuk meminta kepada penulis agar
diizinkan hanya mengenakan singlet. Pernyataan “Mbak, aku pakai singlet aja ya,
kamarnya panas” merupakan sebuah upaya yang dilakukan anak untuk mendayagunakan
keberadaannya di dalam kamar, untuk mendukung permintaannya. Dengan cara
yersebut anak berharap penulis dapat memperoleh bahan untuk mempertimbangkan
ulang permintaan yang telah ditolak oleh penulis dalam percakapan sebelumnya.
Demikian
pula pada data (2), peristiwa tutur ini terjadi pada saat anak ikut berbelanja
di Alfamart. Ketika masih di dalam, anak meminta untuk membuka makanannya yang
belum di bayar di kasir. Tentu saja penulis tidak mengizinkan hal tersebut, dan
mengatakan nanti kalau sudah naik motor. Setelah selesai berbelanja dan berada
di luar tepatnya di atas motor, anak kembali meminta untuk membuka makanannya.
Penulis mengingatkan anak karena mereka sedang berkendara, bahaya kalau sambil
makan. Anak merasa kecewa bahwa permintaannya kembali ditolak oleh penulis. Ia
berusaha tetap melanjutkan permintaan tersebut dengan mendayagunakan konteks
tempat, yakni, “sudah di atas motor” yang seharusnya tidak dilarang lagi untuk
makan makanannya.
4.1.2
Konteks
Waktu
Konteks
waktu yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, ada kalanya
juga dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan tuturan yang
dilakukannya. Konteks waktu yang didayagunakan oleh anak-anak tidak hanya
dikaitkan dengan waktu sekarang, pada saat tuturan dilakukan, tetapi juga
berkaitan dengan waktu tertentu di masa lalu dan di masa yang akan datang yang
bersangkut paut dengan tuturan anak.
(3)
D :
Masih lama enggak Ma, sudah jam empat loh, naik motor ya.
(sambil
memakai sandal)
M :
Iya sabar ya sayang, mama matikan kompor dulu.
D :
Nanti aku gak boleh masuk!
S :
Iya Mbak, kasian.
M :
Sudah kok ini, ayo berangkat. Titip rumah ya.
(4)
D :
Yah, sambil nunggu bedug main ular tangga yok?
A :
Sama Mbak Siska aja ya, Ayah mau ke masjid.
D :
Iya deh, tapi Ayah buka puasa di rumah kan?
A :
Iya sayang.
Data
pada wacana (3) dan (4) merupakan data pendayagunaan konteks waktu sekarang,
yakni waktu pada saat permintaan tersebut diajukan . peristiwa tutur pada
wacana (3) terjadi pada saat anak akan berangkat ngaji di TPA, sore hari.
Kebetulan pada saat itu hamper pukul empat. Anak ingin diantar ke TPA lebih
cepat agar tidak terlambat lagi. Oleh karena itu, untuk mengajukan
permintaannya, diantar menggunakan motor, anak mendayagunakan konteks waktu
untuk mendukung keberhasilan permintaan yang diajukannya, yakni bahwa waktu
untuk berangkat ngaji sudah agak terlambat. Dengan cara tersebut anak berharap
mama dapat memaklumi permintaan anak dan memperoleh bahan pertimbangan yang
mendorong mama mengabulkan permintaan anak.
Demikian
pula pada data (4) peristiwa tutur pada data tersebut terjadi pada saat anak
dan orang tuanya berada di rumah sambil menunggu azan magrib. Anak ingin
bermain ular tangga kesukaannya dan berusaha meminta izin kepada ayah untuk
menemaninya main ular tangga. Untuk mendukung permintaannya anak berusaha
memanfaatkan waktu yang ada, yakni sambil menunggu bedug, daripada nganggur,
lebih baik sambil bermain ular tangga.
Cara ini digunakan oleh anak untuk memberikan bahan pertimbangan bagi
mitra tuturnya agar memaklumi permintaan anak dan mendorong mitra tuturnya
untuk mengabulkan permintaan yang diajukannya.
(5)
D :
Kok nggak ada bakso Malang lewat ya, Yah? (menaruh
tas, sepulang ngaji)
A :
Loh, tadikan sudah dibeliin sosis sama mama.
D :
Ih, nggak beli sekarang kok, kapan-kapan gitu.
A :
Cepet mandi sana!
D :
Iya Yah, sudah lama loh aku nggak makan bakso Malang.
(6)
D :
Sabtu besok sudah mulai libur lebaran loh, Ma.
M :
Memangnya kalau sudah libur kenapa?
D :
Kok belum dibeliin baju baru?
M :
Arisannya belum dikocok.
D :
Ya buruan dikocok loh Ma, aku udah pengen punya baju baru.
Peristiwa
tutur pada data wacana (5) terjadi pada saat anak baru pulang dari ngaji di
TPA. Anak merasa ingin makan bakso Malang yang lewat depan rumah setiap sore.
anak menyadari bahwa untuk membeli bakso Malang, ayahnya harus mengeluarkan
uang jajan tambahan untuknya. Hal ini menjadi kendala bagi anak untuk
mengajukan permintaannya. Oleh karena itu, anak mencoba memanfaatkan konteks
waktu “kok nggak lewat” dan “sudah lama” untuk mendukung pengajuan
permintaannya tersebut. Dengan cara tersebut, anak berharap ayahnya memperoleh
bahan pertimbangan akan kelayakan permintaan anak dan pada akhirnya bersedia
mengabulkan permintaan anak.
Sedangkan
pada data (6) merupakan pendayagunaan konteks waktu masa yang akan dating untuk
mendukung keberhasilan permintaan anak. Peristiwa tutur ini terjadi pada saat
anak baru pulang dari sekolah. Sudah lama anak ingin punya baju baru dan sudah
beberapa kali permintaan untuk dibelikan baju diajukan kepada mamanya. Mama
belum juga menngabulkan permintaan anak karena belum ada uang untuk itu. Ketika
lebaran sudah hampir tiba, yang berarti bahwa anak semakin memerlukan baju baru
tersebut, anak mencoba mendayagunakan waktu menjelang lebaran untuk mendukung
permintaannya. Dengan cara ini anak berharap mama lebih memperhatikan
permintaan anak dan pada akhirnya seegera mengabulkannya.
4.1.3
Konteks
Peristiwa
Tindak
tutur yang dilakukan oleh anak-anak selalu terjadi dalam konteks peristiwa
tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak saja menjadi faktor yang cukup menentukan
dalam peristiwa tutur yang terjadi, tetapui juga sering dimanfaatkan oleh
anak-anak untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Anak-anak sering menggunakan
konteks peristiwa ini untuk memengaruhi pendapat atau pandangan mitra tuturnya
sehubungan dengan tindak tutur yang dilakukannya. Konteks peristiwa yang
didayagunakan oleh anak-anak untuk mendukung keberhasilan tuturannya dapat
berupa peristiwa tertentu yang merugikan anak dan selayaknya mendapatkan
kompensasi tertentu bagi anak.
(7)
D :
Mba, pulang dari pasar beliin petasan ya. (sambil
bergelayut)
S :
Asal nggak nakal lagi.
D :
Iya deh, janji.
S :
Awas kalau kamu bohong!
(8)
I :
Mba, petasannya tak idupin sekarang ya?
S :
Nanti malam aja.
D :
Satu aja, nanti malam lagi.
S :
Ya sudah, awas kena tangan.
Peristiwa
tutur pada data (7) terjadi pada saat anak berada di pasar bersama penulis.
Anak merasa tidak betah berlama-lama berada di pasar sehingga meminta kompensasi
kepada penulis diakhir peristiwa. Meskipun membeli petasan merupakan permintaan
yang tergolong sulit, dengan percaya diri anak mengajukan permintaannya dengan
menggunakan permintaan langsung.
Peristiwa
tutur yang terdapat pada data (8) terjadi pada saat anak baru saja di ajak
berbelanja ke pasar oleh penulis. Tidak berbeda dengan data pada wacana (7),
peristiwa pada data wacana (8) ini juga merupakan sesuatu yang biasanya selalu
dapat kompensasi tertentu dari penulis. Oleh karena itu, anak memanfaatkan
peristiwa ini untuk mendukung pengajuan permintaannya.
(9)
D :
Yah, kata bu guru gambaranku paling bagus, biasanya aku dikasih mainan lilin.
Tapi tak tunggu-tunggu kok bu guru nggak ngasih-ngasih. (bernada kecewa)
A :
Ya nggak apa-apa, yang pentingkan bu guru tahu gambaranmu bagus.
D :
Kata mama, nanti di rumah minta hadiah sama ayah aja.
A :
Ya sudah, nanti malam ayah belikan.
D :
Panahan ya, Yah.
(10) D :
Yah, nanti kalau aku sudah SD belikan sepeda ya. (duduk dipangkuan ayah)
A :
Iya, semoga rezeki kita lancer.
D :
Kan hadiah karena sudah SD, yah.
A :
Insya Allah, makanya Danang harus banyak berdoa untuk ayah.
Peristiwa
yang terjadi pada data (9) merupakan sesuatu yang istimewa bagi anak. Menjadi
siswa yang hasil gambarannya paling bagus di kelas merupakan peristiwa istimewa
bagi anak. Peristiwa ini memberikan peluang baginya untuk memperoleh sesuatu
baik dari gurunya maupun dari orang tuanya. Oleh karena itu, anak tidak
menyia-nyiakan peristiwa ini untuk mendukung permintaan panahan kepada ayahnya.
Demikian pula pada data (10) peristiwa tutur tersebut terjadi pada saat anak
akan menghadapi peristiwa istimewa dalam hidupnya, yaitu saat masuk di bangku Sekolah
Dasar (SD). Peristiwa tutur ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa
sudah cukup lamka anak ingin memiliki sepeda. Anak menyadari bahwa harga sepeda
cukup mahal, sehingga anak merasa bahwa permintaan untuk dibelikan sepeda
merupan permintaan yang termasuk dalam kategori istimewa dan ini berarti bahwa
sangat kecil peluangnya untuk dikabulkan oleh ayahnya. Anak memanfaatkan
peristiwa ketika akan masuk SD untuk mengajukan permintaan yang termasuk dalam
kategori istimewa itu. Dengan mendayagunakan konteks peristiwa tersebut, anak
berharap ayahnya akan dapat memaklumi permintaan istimewa dan akhirnya bersedia
mengabulkan permintaannya.
4.1.4
Konteks
Suasana
Suasana
yang melatari peristiwa tutur ketika anak-anak bertutur merupakan aspek cukup
menentukan bagi tuturan anak. Lebih dari itu, ada kalanya anak-anak
memanfaatkan suasana-suasana tertentu untuk mendukung keberhasilan tuturan yang
dilakukannya. Suasana yang dimaksud adalah suasana-suasana yang nyaman dan
menyenangkan yang terjadi dalam peristiwa tutur tertentu, terutama suasana hati
yang nyaman dan menyenangkan yang dialami oleh mitra tuturnya.
(11)
D :
Mbak, lihat nilaiku besarkan?
S : Mana?
D : Ini, aku dapet 10.
S : Wah, hebat kamu.
D : Sekarang mainan laptop ya, Mbak.
S : Boleh.
D : Mbak seneng nggak liat nilaiku tadi?
S : Pastilah.
(12)
D :
Yah, ayah masih mau ke kolam lagi ya?
A : Kenapa, mau ikut?
D : Nggak, anterin aku tempat dek Esa.
A : Oh iya ayah sudah janji ya kemarin.
D : Iyalah, kata mama boleh minta anter
ayah kalau udah pulang dari kolam.
A : Ya udah ayah mandi dulu ya, kamu udah
mandi belum?
D : Udah.
Peristiwa
tutur pada data (11) terjadi pada saat anak baru saja pulang dari sekolah. Anak
baru saja mendapat nilai 10. Ketika itu penulis sedang berkunjung di rumahnya
dan saat itu juga anak melaporkan hasil belajarnya kepada penulis, dan membuat
hati penulis bangga. Suasana hati bangga tersebut tidak disia-siakan oleh anak
untuk mendukung pengajuan permintaannya. Dengan penuh keberanian anak
mengajukan permintaan bermain laptop. Hal ini dilatarbelakangi oleh keyakinan
anak bahwa suasana hati penulis sedang sangat baik akibat prestasi yang dicapai
oleh anak, sehingga anak merasa bahwa penulis akan mengabulkan permintaannya
karena suasana hati penulis yang sedang baik tersebut.
Sementara
itu, peristiwa tutur pada data (12) terjadi pada saat anak ingin meminta
kembali janji yang diucapkan ayahnya. Ketika melihat ayahnya sudah lebih santai
anak merasa bahwa suasana tersebut sangat tepat dimanfaatkan untuk mengajukan
kembali permintaan yang telah disampaikan sebelumnya. Pemanfaatan suasana
santai ini lebih yakin dilakukan oleh anak karena sebelumnya mama telah
berpesan kepada anak agar meminta antar sesudah ayahnya pulang dari
kegiatannya. Dengan suasana ini, anak berharap ayahnya tidak merasa kesal dan
tidak terganggu oleh permintaan anak dan pada akhirnya bersedia mengabulkan
permintaan anak.
4.1.5
Konteks
Orang Sekitar
Ketika
anak bertutur, ada kalanya terdapat orang lain yang berada di sekitar anak yang
terlibat dalam peristiwa tutur tersebut, selain anak dan mitra tuturnya. Orang
sekitar yang dimaksudkan dalam kajian ini tidak saja berkaitan dengan
orang-orang yang berada di sekitar anak secara langsung ketika anak
menyampaikan tuturannya, tetapi juga orang lain yang berada di tempat lain
tetapi bersangkut paut dengan tuturan yang disampaikan oleh anak. Orang sekitar
ini tidak saja berpengaruh terhadap peristiwa tutur yang terjadi, tetapi lebih
dari itu kebberadaanya jiga sering dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung
keberhasilan tuturan agar dikabulkan oleh mitra tuturnya. Pendayagunaan konteks orang sekitar ini dapat
dilakukan oleh anak-anak dengan menggunakan tiga macam cara. Pertama, dengan
menyebut orang sekitar sebagai pihak yang berkepentingan dengan tuturan yang
dilakukan oleh anak. Kedua, dengan menyebut orang sekitar sebagai pihak
pendukung permintaan yang diajukan oleh anak. Ketiga, pendayagunaan konteks
orang sekitar yang dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh kehadiran orang
sekitar di antara penutur dan mitra tutur.
(13)
D :
Mbak Siska mau ke warung Tyas. (duduk di
samping ayahnya)
A : Apa iya?
S : Danang pengen ikut itu, Om.
D : Iyalah, mau beli Okky Jelly Drink.
A : Ya sudah beli sana.
(14)
D :
Yah, Mbak Siska pengen bakso loh. (berdiri
di depan pintu)
S : Halah, Danang paling.
A : Yawis, sana beli empat bungkus.
D : Asik, aku bakso yang gede ya, Mbak.
Peristiwa
tutur pada data (13) terjadi saat anak sedang bersantai dengan penulis dan
ayahnya di suatu sore. Anak ingin membeli minuman ringan, untuk mengurangi
beban psikologis akibat permintaan yang diajukan, anak mendayagunakan
keberadaan penulis, yakni dengan menyebut penulis sebagai pihak yang
berkepentingan. Di samping itu, setelah mengakui bahwa pergi ke warung juga
merupakan kepentingannya, anak berharap ayah lebih memberikan perhatian kepada
permintaan anak dan pada akhirnya mau mengabulkan permintaan anak.
Peristiwa
tutur pada data (14) terjadi ketika anak, ayah, mama, dan penulis sedang
bersantai di teras rumah. Tiba-tiba anak ingin dibelikan bakso, dengan cara
menyebut nama penulis sebagai pihak yang ingin dibelikan bakso. Meskipun hal
tersebut adalah keinginan anak sendiri. Dengan cara ini anak bermaksud
memindahkan beban psikologis pengajuan permintaannya. Dengan cara tersebut,
anak berharap ayahnya memiliki bahan pertimbangan lebih terhadap permintaan
yang diajukan oleh anak.
(15)
D :
Mbak, gentian main laptopnya. (bersuara
keras)
S : Danang ki mesti, ganggu wae loh!
D : Biarinlah, wong mbak Siska gak mau
gentian.
A : Gantian tho Ndok, ngalah karo adhine.
D : Hahahahaha…..
Sementara
itu, peristiwa tutur pada data (15) merupakan pendayagunaan konteks orang
sekitar yang dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh kehadiran orang
sekitar diantara penutur dan mitra tutur. Peristiwa tutur ini terjadi pada saat
anak dan penulis bergantian main laptop. Karena sudah beberapa penulis asik
bermain laptop, anak mencoba mendayagunakan keberadaan ayahnya diteras rumah
untuk meminta kepada penulis agar mau gentian main laptopnya. Dengan berteriak
anak megajukan permintaan meminta kepada penulis. Hal ini ditempuh agar penulis
menyadari bahwa teriakan anak pasti didengar oleh ayah yang telah berpesan agar
bergantian dan tidak boleh berebut. Dengan cara itu anak berharap penulis
bersedia memberikan kesempatan bermain laptop kepada anak kerana penulis takut
jika dimarahi oleh ayah.
V.
SIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil pada
analisis bab IV, penulis menemukan semua aspek tindak tutur meminta dengan
pendayagunaan konteks dalam bahasa anak usia 6 tahun. Adapun bentuk-bentuknya
adalah sebagai berikut.
1. Konteks
tempat, baik tempat yang berada di sekitar anak maupun tempat yang jauh dari
keberadaan anak.
2. Konteks
waktu, baik waktu sekarang, waktu lampau, maupun waktu yang akan dating.
3. Konteks
peristiwa, baik peristiwa istimewa maupun peristiwa yang merugikan anak.
4. Konteks
suasana, yakni suasana nyaman, suasana senang, dan suasana bahagia.
5. Konteks
orang sekitar beripa penyebutan kepentingan, dukungan, serta kehadiran orang
sekitar untuk mendukung keberhasilan permintaan anak.
Menunjukkan bahwa anak-anak memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan berbagai macam konteks, tidak hanya konteks yang
bersifat konkret, tetapi juga kemampuan untuk memanfaatkan konteks-konteks yang
bersifat abstrak yang melampaui batas-batas kekinian tersebut.
5.2
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dibahas, penulis dapat
memberikan saran-saran sebagai berikut.
1.
Bagi
guru bahasa Indonesia, memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar
bahasa Indonesia yang dilaksanakannya.
2.
Bagi
orang tua dan orang-orang di sekitar anak, sebagai bahan masukan tentang adanya
tindak tutur meminta yang sangat khas milik anak-anak, bahwa banyak cara dan
modus yang digunakan anak-anak dalam rangka menyampaikan permintaannya.
3.
Bagi pembaca umum yang ingin
mengadakan penelitian diharapkan agar meneliti dengan fokus penelitian yang
berbeda, sehingga akan diperoleh hasil yang bervariasi dan memperkaya khasanah
sastra Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Mega, Siska. 2011. Warna Lokal
dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf dan Keyalakannya sebagai Bahan
Ajar Sastra di SMA: Skripsi. Bandarlampung: Universitas Lampung.
Rusminto, Nurlaksana Eko dan Sumarti. 2006. Analisis Wacana Bahasa Indonesia. Bandarlampung: Universitas
Lampung.
Rusminto, Nurlaksana Eko. 2010. Memahami
Bahasa Anak-Anak: Sebuah Kajian Analisis Wacana. Bandarlampung: Universitas
Lampung.
blog tops punya.... 🤞
BalasHapusAgen SBOBET Resmi yang telah menjadi
BalasHapusBANDAR JUDI BOLA Terpercaya Di Seluruh Indonesia.
Bernama Bola206 Di Situs www.Bola206.com
Menyediakan Banyak Jenis Game :
Parlay 2 Tim
Parlay Bola Jalan
Parlay Minimal Bet 1000
Bonus Mix Parlay
Agen SBOBET yang telah menjadi
Situs Bola SBOBET Terpercaya Di Seluruh Indonesia.
Di Situs www.BolaSBOBET.site
Love this https://www.ecomparemo.com/personal-loan
BalasHapus