Kamis, 22 November 2012

Analisis Wacana Pragmatik




BENTUK TINDAK TUTUR MEMINTA DENGAN PENDAYAGUNAAN KONTEKS
PADA BAHASA ANAK USIA 6 TAHUN

(Siska Mega Diana, S.Pd.)


I.       PENDAHULUAN



1.1     Latar Belakang Kajian
Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting guna menuangkan ide pokok pikiran, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Ketika seseorang mengemukakan gagasan, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan melainkan juga harus ada pemahaman. Dengan adanya pemahaman, maksud dan tujuan pun akan tersampaikan secara jelas (Chaer, 2010: 3).  Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa tulisan dapat diartikan hubungan tidak langsung, sedangkan bahasa lisan dapat diartikan hubungan langsung. Hubungan langsung akan terjadi dalam sebuah percakapan antarindividu dan antarkelompok. Percakapan yang terjadi mengakibatkan adanya peristiwa tutur dan tindak tutur.

 Pertuturan dapat diartikan sebagai perbuatan berbahasa yang dimungkinkan dan diwujudkan sesuai dengan kaidah-kaidah pemakaian unsur-unsur dapat pula dikatakan bahwa perbuatan yang menghasilkan bunyi bahasa secara beraturan sehingga menghasilkan ujaran yang bermakna.  Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur merupakan gejala individual, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan berbahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Peristiwa tutur banyak dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terjadi pada satu proses yaitu proses komunikasi (Chaer dan Leony, 2010: 61).


Maksud dan tujuan berkomunikasi di dalam peristiwa tutur diwujudkan dalam sebuah kalimat. Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh seorang penutur dapat diketahui pembicaraan yang diinginkan penutur sehingga dapat dipahami oleh penutur atau mitratutur. Akhirnya mitratutur akan menanggapi kalimat yang dibicarakan oleh penutur. Misalnya, kalimat yang mempunyai tujuan untuk memberitahukan saja, kalimat yang memerlukan jawaban, dan kalimat yang meminta lawan tutur untuk melakukan suatu tindakan atau suatu perbuatan.
Dalam usaha untuk menguasai bahasa, seorang anak menampakkan kekhasan tersendiri yang berbeda dengan bahasa orang dewasa. Dalam kaitannya dengan ini Dulay dkk. (1982: 11) dalam Rusminto menyatakan bahwa dalam berbahasa, anak menciptakan struktur, pola, atau kaidah bahasa yang khas milik anak. Lebih dari itu anak-anak sering menggunakan strategi yang khas dalam menerima pajanan bahasa, menginternalisasikannya, dan kemudian menggunakannya dalam berkomunikasi. Jika dibandingkan dengan bahasa orang dewasa, bahasa anak memiliki perbedaan karakteristik dalam komponen semantik, sintaksis, dan konseptual.
Anak-anak tidak hanya belajar tentang kompetensi bahasa tetapi juga kompetensi tindak tutur, yaitu kemampuan menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam berbagai situasi penggunaan dalam masyarakat. Kenyataan itu tampak dalam seluruh aktivitas berbahasa anak-anak, ketika mereka berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis merasa tertarik meneliti tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks pada anak-anak karena di lingkungan tempat tinggal penulis ramai dengan adanya anak-anak yang selalu asik bermain dan bercakap-cakap dengan teman sebayanya maupun berinteraksi dengan orang dewasa.. Dalam hal ini, penulis berhasil menyimak dan mencatat percakapan Danang Setioko (6 tahun) ketika mengajukan permintaan kepada orang tua, teman, maupun orang-orang di sekitarnya. Danang Setioko adalah keponanakan terdekat penulis yang bahasa percakapannya mudah untuk diteliti.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa aktivitas berkomunikasi pada anak-anak merupakan topik yang menarik untuk dikaji lebih mendalam. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa fenomena-fenomena kebahasaan seperti terungkap di atas merupakan fenomena-fenomena yang khas dimiliki oleh anak-anak.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ”Bagaimanakah bentuk tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks pada bahasa anak usia 6 tahun?”

1.3  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks pada bahasa anak usia 6 tahun.

1.4  Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.      Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan acuan yang sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan khususnya di bidang pragmatik. Baik bagi para peneliti bahasa maupun para pembaca. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang pragmatik terutama kajian tindak tutur.
     
2.   Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan masukan bagi pengajaran bahasa Indonesia dan pembinaan bahasa Indonesia pada umumnya.
a.       Bagi guru bahasa Indonesia untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar yang dilaksanakannya.
b.      Bagi orang tua dan orang-orang di sekitar anak, memberikan masukan tentang adanya tindak tutur khas anak-anak yang dapat dijadikan pegangan dalam menyikapi dan menanggapi komunikasi yang dilakukan anak-anak.



1.5  Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks pada bahasa anak usia 6 tahun meliputi:
a.       konteks tempat
b.      konteks waktu
c.       konteks peristiwa
d.      konteks suasana
e.       konteks orang sekitar



















II.    LANDASAN TEORI

2.1  Bahasa Anak-Anak dalam Kajian Wacana-Pragmatik
2.1.1        Bahasa Anak-Anak sebagai Bagian Kajian Mikropragmatik
Pragmatik sebagai sebuah studi tentang penggunaan bahasa dan arti ungkapan berdasarkan situasi yang melatarbelakanginya telah menjadi sebuah cabang linguistik yang semakin penting dalam studi bahasa. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya keterbatasan kajian linguistik formal murni yang tidak dapat menjangkau pemecahan masalah makna yang muncul pada konteks pemakaian kalimat dalam komunikasi. Dengan demikian, pragmatik berurusan denagn bahasa pada tingkatan yang lebih konkret, yakni penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi yang sebenarnya. Pragmatik berurusan dengan tindak tutur atau performansi verbal yang terjadi dalam situasi tutur tertentu.

Mey (1996: 5) dalam Rusminto mengatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bahasa seperti tampak dalam hubungannya dengan pemakai bahasa. Pragmatik bukanlah ilmu yang mempelajari bahasa dalam kebenarannya sendiri dan bukan pula mempelajari bahasa seperti yang dipelajari oleh para linguis. Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bahasa seperti halnya yang digunakan dalam kehidupan manusia secara nyata, bahasa yang digunakan bagi tujuan-tujuan tertentu, dengan keterbatasan-keterbatasan, dan segala faktor pendukungnya.

Levinson (1995: 7-8) dalam Rusminto menyatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dengan demikian, untuk memahami pemakaian bahasa, kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Masih dalam Rusminto (Moore, 2001:2) mengemukakan bahwa pragmatik adalah sebuah cara yang sistematis untuk menjelaskan penggunaan bahasa yang terjadi di dalam konteks tertentu. Pragmatik mencoba menjelaskan aspek-aspek makna dalam kaitannya dengan konteks yang tidak dapat ditemukan dalam pengertian kata atau struktur seperti yang dijelaskan oleh kajian semantik.

Menurut Leech (1983: 13-150 dalam Rusminto, aspek situasi tutur dalam fenomena pragmatic mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) yang menyapa (pennutur0 dan yang disapa (mitra tutur), yakni pihak-pihak yang terlibat dalam situasi tutur tertentu; (2) konteks tuturan, yaitu suatu pengetahuan tentang latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan; (3) tujuan tuturan. Yakni sesuatu yang diinginkan penutur melalui tuturannya; (4) tuturan itu sendiri, baik tuturan sebagai bentuk tindak ujar maupun (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat dikemukakan bahwa secara umum pragmatik berhubungan dengan pemakaian bahasa, baik tulis maupun lisan, dalam situasi penggunaan bahasa yang sesungguhnya. Hal ini berarti bahwa kajian terhadap penggunaan bahasa dalam pragmatik memperhatikan konteks yang seutuh-utuhnya dan selengkap-lengkapnya. Dengan cara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam kajian pragmatik, bentuk bahasa yang muncul dalam peristiwa komunikasi merupakan hasil perpaduan antara maksud, pesan, atau makna komunikasi dengan situasi atau konteks yang melatarinya.

2.2  Tindak Tutur
Konsep mengenai tindak ujaran (Speech Acts) dikemukakan pertama oleh John L. Austin dengan bukunya How to Do Things with Words (1962). Austin adalah orang pertama yang mengungkapkan gagasan bahwa bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui pembedaan antara ujaran konstatif dan ujaran performatif. Ujaran konstantif mendeskripsikan atau melaporkan peristiwa atau keadaan dunia. Dengan demikian, ujaran konstantif dapat dikatakan benar atau salah. Sedangkan ujaran performatif, tidak mendeskripsikan benar salah dan pengujaran kalimat merupakan bagian dari tindakan. (Austin, 1962: 5).

Austin membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu:
a. Lokusi, yaitu semata-mata tindak bicara, tindakan mengucapkan kalimat sesuai dengan makna kata atau makna kalimat. Dalam hal ini kita tidak mempermasalahkan maksud atau tujuan dari ujaran tersebut. Misal ada orang berkata “saya haus” artinya orang tersebut mengatakan dia haus.
b. Ilokusi, yaitu tindak melakukan sesuatu. Di sini kita berbicara mengenai maksud, fungsi dan daya ujaran yang dimaksud. Jadi ketika ada kalimat ”saya haus” dapat memiliki makna dia haus dan minta minum.
c. Perlokusi, adalah efek yang dihasilkan ketika penutur mengucapkan sesuatu. Misalnya ada kalimat ”saya haus” maka tindakan yang muncul adalah mitra tutur bangkit dan mengambilkan minum.

Selanjutnya, Searle (1969) dalam Rusminto mengemukakan bahwa tindak tutur adalah teori yang mencoba mengaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Kajian tersebut didasarkan pada pandangan bahwa (1) tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak komunikasi yang nyata, misalnya membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan.

J.R. Searle kemudian menerbitkan buku Speech Acts yang mengembangkan hipotesa bahwa setiap tuturan mengandung arti tindakan. Tindakan ilokusioner merupakan bagian sentral dalam kajian tindak tutur. Ada lima jenis ujaran seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) antara lain:
a. representatif (asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kebenaran atas apa yang dikatakan (misal: menyatakan, melaporkan, mengabarkan, menunjukan, menyebutkan).
b. direktif, tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan apa yang ada dalam ujaran tersebut (misalnya: menyuruh, memohon, meminta, menuntut, memohon).
c. ekspresif, tindak ujaran yang dilakukan dengan maksud ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan pada ujaran tersebut (misalnya: memuji, mengkritik, berterima kasih).
d. komisif, tindak ujaran yang mengikat penutur untuk melakukan seperyi apa yang diujarkan (misalnya bersumpah, mengancam, berjanji).
e. deklarasi, tindak ujaran yang dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal yang baru (misalnya memutuskan, melarang, membatalkan).

Dalam klasifikasi Searle ini tampak bahwa meminta merupakan ilokusi yang termasuk dalam tindak tutur direktif. Syarat utama yang menjadi ciri tindak tutur direktif dalam kegiatan komunikasi adalah bahwa tuturan yang disampaikan oleh penutur ditujukan kepada mitra tutur. Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, tampak bahwa kajian terhadap tindak meminta dalam kajian ini lebih tepat jika dipandang sebagai bagian kajian tindak ilokusi, yakni tindak tutur yang mengandung daya untuk melakukan tindakan tertentu dalam hubungannya dengan menyatakan. Secara lebih khusus, tindak meminta merupakan bagian dari tindak direktif, yakni ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur.

2.3  Pendayagunaan Konteks dalam Bahasa Anak-Anak
Ketika anak-anak bertindak tutur, selalu terdapat konteks yang melatari tuturan tersebut. Konteks tersebut sangat menentukan dan berpengaruh terhadap peristiwa tutur yang terjadi antara anak dan mitra tuturnya. Lebih dari itu, ada kalanya konteks tersebut dimanfaatkan oleh anak-anak untuk mendukung atau menunjang agar tujuan tuturannya tercapai. Ada kalanya tempat tertentu, waktu tertentu, suasana tertentu, peristiwa tertentu, dan keberadaan orang tertentu dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung dan menunjang keberhasilan tuturan yang dilakukannya kepada mitra tutur. Pemanfaatan konteks untuk mendukung keberhasilan tujuan tuturan inilah yang dimaksudkan dengan pendayagunaan konteks.
1.               Konteks Tempat
Tempat yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, tidak hanya menjadi bahan pertimbangan oleh anak, lebih dari itu, ada kalanya anak juga mendayagunakannya untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Konteks tempat yang didayagunakan oleh anak-anak meliputi tempat yang berada di sekitar anak ketika bertutur dan tempat lain yang tidak berada di sekitar anak yang bersangkut paut dengan tuturan yang diajukan tersebut.
2.               Konteks Waktu
Konteks waktu yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, ada kalanya juga dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan tuturan yang dilakukannya. Konteks waktu yang didayagunakan oleh anak-anak tidak hanya dikaitkan dengan waktu sekarang, pada saat tuturan dilakukan, tetapi juga berkaitan dengan waktu tertentu di masa lalu dan di masa yang akan dating yang bersangkut paut dengan tuturan anak.

3.               Konteks Peristiwa
Tindak tutur yang dilakukan oleh anak-anak selalu terjadi dalam konteks peristiwa tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak saja menjadi faktor yang cukup menentukan dalam peristiwa tutur yang terjadi, tetapui juga sering dimanfaatkan oleh anak-anak untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Anak-anak sering menggunakan konteks peristiwa ini untuk memengaruhi pendapat atau pandangan mitra tuturnya sehubungan dengan tindak tutur yang dilakukannya. Konteks peristiwa yang didayagunakan oleh anak-anak untuk mendukung keberhasilan tuturannya dapat berupa peristiwa tertentu yang merugikan anak dan selayaknya mendapatkan kompensasi tertentu bagi anak.
4.               Konteks Suasana
Suasana yang melatari peristiwa tutur ketika anak-anak bertutur merupakan aspek cukup menentukan bagi tuturan anak. Lebih dari itu, ada kalanya anak-anak memanfaatkan suasana-suasana tertentu untuk mendukung keberhasilan tuturan yang dilakukannya. Suasana yang dimaksud adalah suasana-suasana yang nyaman dan menyenangkan yang terjadi dalam peristiwa tutur tertentu, terutama suasana hati yang nyaman dan menyenangkan yang dialami oleh mitra tuturnya.
5.               Konteks Orang Sekitar
Ketika anak bertutur, ada kalanya terdapat orang lain yang berada di sekitar anak yang terlibat dalam peristiwa tutur tersebut, selain anak dan mitra tuturnya. Orang sekitar yang dimaksudkan dalam kajian ini tidak saja berkaitan dengan orang-orang yang berada di sekitar anak secara langsung ketika anak menyampaikan tuturannya, tetapi juga orang lain yang berada di tempat lain tetapi bersangkut paut dengan tuturan yang disampaikan oleh anak. Orang sekitar ini tidak saja berpengaruh terhadap peristiwa tutur yang terjadi, tetapi lebih dari itu kebberadaanya jiga sering dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan tuturan agar dikabulkan oleh mitra tuturnya.  Pendayagunaan konteks orang sekitar ini dapat dilakukan oleh anak-anak dengan menggunakan tiga macam cara. Pertama, dengan menyebut orang sekitar sebagai pihak yang berkepentingan dengan tuturan yang dilakukan oleh anak. Kedua, dengan menyebut orang sekitar sebagai pihak pendukung permintaan yang diajukan oleh anak. Ketiga, pendayagunaan konteks orang sekitar yang dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh kehadiran orang sekitar di antara penutur dan mitra tutur.

III.             METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Salah satu ciri penelitian kualitatif itu bersifat deskriptif. Artinya, dalam penelitian ini data-data terurai dalam bentuk kata-kata, catatan-catatan atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka (Semi, 1993: 24). Alasan penulis memilih metode ini karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas objek yang diteliti secara alamiah.
3.2 Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini berupa wacana percakapan lisan yang dilakukan oleh Danang Setioko (6 tahun) yang di dalamnya terdapat tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks. Data tersebut diperoleh dari tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh Danang dalam percakapan sehari-hari dengan mitra tuturnya, yakni oranng tua, anggota keluarga yang lain, teman-teman sepermainan, dan orang lain yang sempat berkomunikasi dan menjadi sasaran komunikasinya. Percakapan sehari-hari yang dimaksudkan adalah percakapan yang terjadi dalam peristiwa komunikasi alamiah. Komunikasi alamiah tersebut terjadi pada saat subjek menjalani kehidupan kesehariannya.
3.3 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengamatan/observasi dan teknik catatan lapangan. Teknik observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu observasi partisipasi dan observasi nonpartisaipasi. Observasi pastisipasi dipergunakan dalam rangka menjaring data yang melibatkan penulis dalam percakapan yang terjadi antara subjek dan mitra tuturnya. Observasi nonpartisipasi dipergunakan pada saat subjek berkomunikasi dengan orang lain, selain penulis, dan kehadiran penulis dalam peristiwa tutur tersebut murni sebagai pengobservasi yang tidak terlibat dalam percakapan, baik secara aktif maupun tidak aktif.
Catatan lapangan yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri atas catatan lapangan secara deskriptif dan catatan lapangan tentang segala sesuatu yang terjadi dalam data sebagaimana adanya yang dapat diamati.
3.4 Teknik Analisis Data
Pelaksanaan analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu analisis selama pengumpulan data dan analisis setelah pengumpulan data. Analisis selama pengumpulan data dilakukan bersama-sama dengan pelaksanaan pengumpulan data. Data yang terkumpul dianalisis sesegera mungkin agar diperoleh informasi yang benar-benar mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Analisis sesudah pengumpulan data dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul.
Tahap-tahap analisis data:
1.      melakukan kegiatan pereduksian data,
2.      melakukan kegiatan penyajian data,
3.      berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data, melakukan penarikan simpulan sementara,
4.      melakukan verifikasi dan triangulasi untuk memeriksa keabsahan data penelitian.










IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Tindak Tutur Meminta dengan Pendayagunaan Konteks dalam Bahasa Aank-Anak
4.1.1 Konteks Tempat
Tempat yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, tidak hanya menjadi bahan pertimbangan oleh anak, lebih dari itu, ada kalanya anak juga mendayagunakannya untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Konteks tempat yang didayagunakan oleh anak-anak meliputi tempat yang berada di sekitar anak ketika bertutur dan tempat lain yang tidak berada di sekitar anak yang bersangkut paut dengan tuturan yang diajukan tersebut.
(1)            D         : Mbak, aku pakai singlet aja ya, kamarnya panas. (sambil membuka baju)
S          : Eh, nanti dimarah Mamamu
D         : Sumuk aku mbak.
S          : Jangan,  ayo pakai lagi bajunya!
D         : ah, mbak ini payah loh.

(2)               D         : Tak buka sekarang ya Mbak? (membuka bungkusan sosis dari Alfamart)
S          : Apa bisa makannya?
D         : Katanya tadi kalau sudah di motor, sekarang sudah di motor loh Mbak.
S          : Ya sudah, dipegang pelan-pelan makannya.

Peristiwa tutur pada data (1) terjadi pada saat anak bersama penulis dan sedang berada di dalam kamar. Ketika berada di dalam kamar, anak hanya ingin memakai kaos dalaman saja, tetapi penulis melarangnya agar anak tidak dimarahi oleh mamanya. Pada dasarnya anak tidak tahan dengan keadaan cuaca yang panas, dengan demikian anak memanfaatkan keberadaannya di kamar untuk meminta kepada penulis agar diizinkan hanya mengenakan singlet. Pernyataan “Mbak, aku pakai singlet aja ya, kamarnya panas” merupakan sebuah upaya yang dilakukan anak untuk mendayagunakan keberadaannya di dalam kamar, untuk mendukung permintaannya. Dengan cara yersebut anak berharap penulis dapat memperoleh bahan untuk mempertimbangkan ulang permintaan yang telah ditolak oleh penulis dalam percakapan sebelumnya.

Demikian pula pada data (2), peristiwa tutur ini terjadi pada saat anak ikut berbelanja di Alfamart. Ketika masih di dalam, anak meminta untuk membuka makanannya yang belum di bayar di kasir. Tentu saja penulis tidak mengizinkan hal tersebut, dan mengatakan nanti kalau sudah naik motor. Setelah selesai berbelanja dan berada di luar tepatnya di atas motor, anak kembali meminta untuk membuka makanannya. Penulis mengingatkan anak karena mereka sedang berkendara, bahaya kalau sambil makan. Anak merasa kecewa bahwa permintaannya kembali ditolak oleh penulis. Ia berusaha tetap melanjutkan permintaan tersebut dengan mendayagunakan konteks tempat, yakni, “sudah di atas motor” yang seharusnya tidak dilarang lagi untuk makan makanannya.

4.1.2     Konteks Waktu
Konteks waktu yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, ada kalanya juga dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan tuturan yang dilakukannya. Konteks waktu yang didayagunakan oleh anak-anak tidak hanya dikaitkan dengan waktu sekarang, pada saat tuturan dilakukan, tetapi juga berkaitan dengan waktu tertentu di masa lalu dan di masa yang akan datang yang bersangkut paut dengan tuturan anak.
(3)               D         : Masih lama enggak Ma, sudah jam empat loh, naik motor ya.
 (sambil memakai sandal)
M         : Iya sabar ya sayang, mama matikan kompor dulu.
D         : Nanti aku gak boleh masuk!
S          : Iya Mbak, kasian.
M         : Sudah kok ini, ayo berangkat. Titip rumah ya.

(4)               D         : Yah, sambil nunggu bedug main ular tangga yok?
A         : Sama Mbak Siska aja ya, Ayah mau ke masjid.
D         : Iya deh, tapi Ayah buka puasa di rumah kan?
A         : Iya sayang.

Data pada wacana (3) dan (4) merupakan data pendayagunaan konteks waktu sekarang, yakni waktu pada saat permintaan tersebut diajukan . peristiwa tutur pada wacana (3) terjadi pada saat anak akan berangkat ngaji di TPA, sore hari. Kebetulan pada saat itu hamper pukul empat. Anak ingin diantar ke TPA lebih cepat agar tidak terlambat lagi. Oleh karena itu, untuk mengajukan permintaannya, diantar menggunakan motor, anak mendayagunakan konteks waktu untuk mendukung keberhasilan permintaan yang diajukannya, yakni bahwa waktu untuk berangkat ngaji sudah agak terlambat. Dengan cara tersebut anak berharap mama dapat memaklumi permintaan anak dan memperoleh bahan pertimbangan yang mendorong mama mengabulkan permintaan anak.

Demikian pula pada data (4) peristiwa tutur pada data tersebut terjadi pada saat anak dan orang tuanya berada di rumah sambil menunggu azan magrib. Anak ingin bermain ular tangga kesukaannya dan berusaha meminta izin kepada ayah untuk menemaninya main ular tangga. Untuk mendukung permintaannya anak berusaha memanfaatkan waktu yang ada, yakni sambil menunggu bedug, daripada nganggur, lebih baik sambil bermain ular tangga.  Cara ini digunakan oleh anak untuk memberikan bahan pertimbangan bagi mitra tuturnya agar memaklumi permintaan anak dan mendorong mitra tuturnya untuk mengabulkan permintaan yang diajukannya.
(5)               D         : Kok nggak ada bakso Malang lewat ya, Yah? (menaruh tas, sepulang ngaji)
A         : Loh, tadikan sudah dibeliin sosis sama mama.
D         : Ih, nggak beli sekarang kok, kapan-kapan gitu.
A         : Cepet mandi sana!
D         : Iya Yah, sudah lama loh aku nggak makan bakso Malang.

(6)               D         : Sabtu besok sudah mulai libur lebaran loh, Ma.
M         : Memangnya kalau sudah libur kenapa?
D         : Kok belum dibeliin baju baru?
M         : Arisannya belum dikocok.
D         : Ya buruan dikocok loh Ma, aku udah pengen punya baju baru.

Peristiwa tutur pada data wacana (5) terjadi pada saat anak baru pulang dari ngaji di TPA. Anak merasa ingin makan bakso Malang yang lewat depan rumah setiap sore. anak menyadari bahwa untuk membeli bakso Malang, ayahnya harus mengeluarkan uang jajan tambahan untuknya. Hal ini menjadi kendala bagi anak untuk mengajukan permintaannya. Oleh karena itu, anak mencoba memanfaatkan konteks waktu “kok nggak lewat” dan “sudah lama” untuk mendukung pengajuan permintaannya tersebut. Dengan cara tersebut, anak berharap ayahnya memperoleh bahan pertimbangan akan kelayakan permintaan anak dan pada akhirnya bersedia mengabulkan permintaan anak.

Sedangkan pada data (6) merupakan pendayagunaan konteks waktu masa yang akan dating untuk mendukung keberhasilan permintaan anak. Peristiwa tutur ini terjadi pada saat anak baru pulang dari sekolah. Sudah lama anak ingin punya baju baru dan sudah beberapa kali permintaan untuk dibelikan baju diajukan kepada mamanya. Mama belum juga menngabulkan permintaan anak karena belum ada uang untuk itu. Ketika lebaran sudah hampir tiba, yang berarti bahwa anak semakin memerlukan baju baru tersebut, anak mencoba mendayagunakan waktu menjelang lebaran untuk mendukung permintaannya. Dengan cara ini anak berharap mama lebih memperhatikan permintaan anak dan pada akhirnya seegera mengabulkannya.

4.1.3        Konteks Peristiwa
Tindak tutur yang dilakukan oleh anak-anak selalu terjadi dalam konteks peristiwa tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak saja menjadi faktor yang cukup menentukan dalam peristiwa tutur yang terjadi, tetapui juga sering dimanfaatkan oleh anak-anak untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Anak-anak sering menggunakan konteks peristiwa ini untuk memengaruhi pendapat atau pandangan mitra tuturnya sehubungan dengan tindak tutur yang dilakukannya. Konteks peristiwa yang didayagunakan oleh anak-anak untuk mendukung keberhasilan tuturannya dapat berupa peristiwa tertentu yang merugikan anak dan selayaknya mendapatkan kompensasi tertentu bagi anak.
(7)               D         : Mba, pulang dari pasar beliin petasan ya. (sambil bergelayut)
S          : Asal nggak nakal lagi.
D         : Iya deh, janji.
S          : Awas kalau kamu bohong!

(8)               I           : Mba, petasannya tak idupin sekarang ya?
S          : Nanti malam aja.

D         : Satu aja, nanti malam lagi.
S          : Ya sudah, awas kena tangan.

Peristiwa tutur pada data (7) terjadi pada saat anak berada di pasar bersama penulis. Anak merasa tidak betah berlama-lama berada di pasar sehingga meminta kompensasi kepada penulis diakhir peristiwa. Meskipun membeli petasan merupakan permintaan yang tergolong sulit, dengan percaya diri anak mengajukan permintaannya dengan menggunakan permintaan langsung.

Peristiwa tutur yang terdapat pada data (8) terjadi pada saat anak baru saja di ajak berbelanja ke pasar oleh penulis. Tidak berbeda dengan data pada wacana (7), peristiwa pada data wacana (8) ini juga merupakan sesuatu yang biasanya selalu dapat kompensasi tertentu dari penulis. Oleh karena itu, anak memanfaatkan peristiwa ini untuk mendukung pengajuan permintaannya.

(9)               D         : Yah, kata bu guru gambaranku paling bagus, biasanya aku dikasih mainan lilin.
  Tapi tak tunggu-tunggu kok bu guru nggak ngasih-ngasih. (bernada kecewa)
            A         : Ya nggak apa-apa, yang pentingkan bu guru tahu gambaranmu bagus.
            D         : Kata mama, nanti di rumah minta hadiah sama ayah aja.
            A         : Ya sudah, nanti malam ayah belikan.
            D         : Panahan ya, Yah.

(10)      D         : Yah, nanti kalau aku sudah SD belikan sepeda ya. (duduk dipangkuan ayah)
            A         : Iya, semoga rezeki kita lancer.
            D         : Kan hadiah karena sudah SD, yah.
            A         : Insya Allah, makanya Danang harus banyak berdoa untuk ayah.

Peristiwa yang terjadi pada data (9) merupakan sesuatu yang istimewa bagi anak. Menjadi siswa yang hasil gambarannya paling bagus di kelas merupakan peristiwa istimewa bagi anak. Peristiwa ini memberikan peluang baginya untuk memperoleh sesuatu baik dari gurunya maupun dari orang tuanya. Oleh karena itu, anak tidak menyia-nyiakan peristiwa ini untuk mendukung permintaan panahan kepada ayahnya. Demikian pula pada data (10) peristiwa tutur tersebut terjadi pada saat anak akan menghadapi peristiwa istimewa dalam hidupnya, yaitu saat masuk di bangku Sekolah Dasar (SD). Peristiwa tutur ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa sudah cukup lamka anak ingin memiliki sepeda. Anak menyadari bahwa harga sepeda cukup mahal, sehingga anak merasa bahwa permintaan untuk dibelikan sepeda merupan permintaan yang termasuk dalam kategori istimewa dan ini berarti bahwa sangat kecil peluangnya untuk dikabulkan oleh ayahnya. Anak memanfaatkan peristiwa ketika akan masuk SD untuk mengajukan permintaan yang termasuk dalam kategori istimewa itu. Dengan mendayagunakan konteks peristiwa tersebut, anak berharap ayahnya akan dapat memaklumi permintaan istimewa dan akhirnya bersedia mengabulkan permintaannya.

4.1.4     Konteks Suasana
Suasana yang melatari peristiwa tutur ketika anak-anak bertutur merupakan aspek cukup menentukan bagi tuturan anak. Lebih dari itu, ada kalanya anak-anak memanfaatkan suasana-suasana tertentu untuk mendukung keberhasilan tuturan yang dilakukannya. Suasana yang dimaksud adalah suasana-suasana yang nyaman dan menyenangkan yang terjadi dalam peristiwa tutur tertentu, terutama suasana hati yang nyaman dan menyenangkan yang dialami oleh mitra tuturnya.
(11)            D         : Mbak, lihat nilaiku besarkan?
S         : Mana?
D         : Ini, aku dapet 10.
S         : Wah, hebat kamu.
D         : Sekarang mainan laptop ya, Mbak.
S         : Boleh.
D         : Mbak seneng nggak liat nilaiku tadi?
S         : Pastilah.

(12)            D         : Yah, ayah masih mau ke kolam lagi ya?
A         : Kenapa, mau ikut?
D         : Nggak, anterin aku tempat dek Esa.
A         : Oh iya ayah sudah janji ya kemarin.
D         : Iyalah, kata mama boleh minta anter ayah kalau udah pulang dari kolam.

A         : Ya udah ayah mandi dulu ya, kamu udah mandi belum?
D         : Udah.

Peristiwa tutur pada data (11) terjadi pada saat anak baru saja pulang dari sekolah. Anak baru saja mendapat nilai 10. Ketika itu penulis sedang berkunjung di rumahnya dan saat itu juga anak melaporkan hasil belajarnya kepada penulis, dan membuat hati penulis bangga. Suasana hati bangga tersebut tidak disia-siakan oleh anak untuk mendukung pengajuan permintaannya. Dengan penuh keberanian anak mengajukan permintaan bermain laptop. Hal ini dilatarbelakangi oleh keyakinan anak bahwa suasana hati penulis sedang sangat baik akibat prestasi yang dicapai oleh anak, sehingga anak merasa bahwa penulis akan mengabulkan permintaannya karena suasana hati penulis yang sedang baik tersebut.

Sementara itu, peristiwa tutur pada data (12) terjadi pada saat anak ingin meminta kembali janji yang diucapkan ayahnya. Ketika melihat ayahnya sudah lebih santai anak merasa bahwa suasana tersebut sangat tepat dimanfaatkan untuk mengajukan kembali permintaan yang telah disampaikan sebelumnya. Pemanfaatan suasana santai ini lebih yakin dilakukan oleh anak karena sebelumnya mama telah berpesan kepada anak agar meminta antar sesudah ayahnya pulang dari kegiatannya. Dengan suasana ini, anak berharap ayahnya tidak merasa kesal dan tidak terganggu oleh permintaan anak dan pada akhirnya bersedia mengabulkan permintaan anak.

4.1.5     Konteks Orang Sekitar
Ketika anak bertutur, ada kalanya terdapat orang lain yang berada di sekitar anak yang terlibat dalam peristiwa tutur tersebut, selain anak dan mitra tuturnya. Orang sekitar yang dimaksudkan dalam kajian ini tidak saja berkaitan dengan orang-orang yang berada di sekitar anak secara langsung ketika anak menyampaikan tuturannya, tetapi juga orang lain yang berada di tempat lain tetapi bersangkut paut dengan tuturan yang disampaikan oleh anak. Orang sekitar ini tidak saja berpengaruh terhadap peristiwa tutur yang terjadi, tetapi lebih dari itu kebberadaanya jiga sering dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan tuturan agar dikabulkan oleh mitra tuturnya.  Pendayagunaan konteks orang sekitar ini dapat dilakukan oleh anak-anak dengan menggunakan tiga macam cara. Pertama, dengan menyebut orang sekitar sebagai pihak yang berkepentingan dengan tuturan yang dilakukan oleh anak. Kedua, dengan menyebut orang sekitar sebagai pihak pendukung permintaan yang diajukan oleh anak. Ketiga, pendayagunaan konteks orang sekitar yang dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh kehadiran orang sekitar di antara penutur dan mitra tutur.
(13)            D         : Mbak Siska mau ke warung Tyas. (duduk di samping ayahnya)
A         : Apa iya?
S         : Danang pengen ikut itu, Om.
D         : Iyalah, mau beli Okky Jelly Drink.
A         : Ya sudah beli sana.

(14)            D         : Yah, Mbak Siska pengen bakso loh. (berdiri di depan pintu)
S         : Halah, Danang paling.
A         : Yawis, sana beli empat bungkus.
D         : Asik, aku bakso yang gede ya, Mbak.

Peristiwa tutur pada data (13) terjadi saat anak sedang bersantai dengan penulis dan ayahnya di suatu sore. Anak ingin membeli minuman ringan, untuk mengurangi beban psikologis akibat permintaan yang diajukan, anak mendayagunakan keberadaan penulis, yakni dengan menyebut penulis sebagai pihak yang berkepentingan. Di samping itu, setelah mengakui bahwa pergi ke warung juga merupakan kepentingannya, anak berharap ayah lebih memberikan perhatian kepada permintaan anak dan pada akhirnya mau mengabulkan permintaan anak. 

Peristiwa tutur pada data (14) terjadi ketika anak, ayah, mama, dan penulis sedang bersantai di teras rumah. Tiba-tiba anak ingin dibelikan bakso, dengan cara menyebut nama penulis sebagai pihak yang ingin dibelikan bakso. Meskipun hal tersebut adalah keinginan anak sendiri. Dengan cara ini anak bermaksud memindahkan beban psikologis pengajuan permintaannya. Dengan cara tersebut, anak berharap ayahnya memiliki bahan pertimbangan lebih terhadap permintaan yang diajukan oleh anak.

(15)            D         : Mbak, gentian main laptopnya. (bersuara keras)
S         : Danang ki mesti, ganggu wae loh!

D         : Biarinlah, wong mbak Siska gak mau gentian.
A         : Gantian tho Ndok, ngalah karo adhine.
D         : Hahahahaha…..

Sementara itu, peristiwa tutur pada data (15) merupakan pendayagunaan konteks orang sekitar yang dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh kehadiran orang sekitar diantara penutur dan mitra tutur. Peristiwa tutur ini terjadi pada saat anak dan penulis bergantian main laptop. Karena sudah beberapa penulis asik bermain laptop, anak mencoba mendayagunakan keberadaan ayahnya diteras rumah untuk meminta kepada penulis agar mau gentian main laptopnya. Dengan berteriak anak megajukan permintaan meminta kepada penulis. Hal ini ditempuh agar penulis menyadari bahwa teriakan anak pasti didengar oleh ayah yang telah berpesan agar bergantian dan tidak boleh berebut. Dengan cara itu anak berharap penulis bersedia memberikan kesempatan bermain laptop kepada anak kerana penulis takut jika dimarahi oleh ayah.















V.                SIMPULAN DAN SARAN

5.1        Simpulan
Berdasarkan hasil pada analisis bab IV, penulis menemukan semua aspek tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks dalam bahasa anak usia 6 tahun. Adapun bentuk-bentuknya adalah sebagai berikut.
1.      Konteks tempat, baik tempat yang berada di sekitar anak maupun tempat yang jauh dari keberadaan anak.
2.      Konteks waktu, baik waktu sekarang, waktu lampau, maupun waktu yang akan dating.
3.      Konteks peristiwa, baik peristiwa istimewa maupun peristiwa yang merugikan anak.
4.      Konteks suasana, yakni suasana nyaman, suasana senang, dan suasana bahagia.
5.      Konteks orang sekitar beripa penyebutan kepentingan, dukungan, serta kehadiran orang sekitar untuk mendukung keberhasilan permintaan anak.
Menunjukkan bahwa anak-anak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan berbagai macam konteks, tidak hanya konteks yang bersifat konkret, tetapi juga kemampuan untuk memanfaatkan konteks-konteks yang bersifat abstrak yang melampaui batas-batas kekinian tersebut.

5.2        Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dibahas, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut.
1.      Bagi guru bahasa Indonesia, memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar bahasa Indonesia yang dilaksanakannya.
2.      Bagi orang tua dan orang-orang di sekitar anak, sebagai bahan masukan tentang adanya tindak tutur meminta yang sangat khas milik anak-anak, bahwa banyak cara dan modus yang digunakan anak-anak dalam rangka menyampaikan permintaannya.
3.      Bagi pembaca umum yang ingin mengadakan penelitian diharapkan agar meneliti dengan fokus penelitian yang berbeda, sehingga akan diperoleh hasil yang bervariasi dan memperkaya khasanah sastra Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA


Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Mega, Siska. 2011. Warna Lokal dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf dan Keyalakannya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA: Skripsi. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Rusminto, Nurlaksana Eko dan Sumarti. 2006. Analisis Wacana Bahasa Indonesia. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2010. Memahami Bahasa Anak-Anak: Sebuah Kajian Analisis Wacana. Bandarlampung: Universitas Lampung.


3 komentar: